Sebuah Penantian

by - 7:43:00 AM

Rintik hujan mengguyur kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak pagi itu. Lima anak muda berdiri di tengah kubangan lumpur yang terbentuk karena badai semalam. Tiga perempuan dan dua laki-laki. Semuanya menngenakan kaos berwarna putih dengan tulisan Menulis Untuk Keabadian pada bagian kanan depan kaos danwww.lpminstitut.com di pojok kiri bawah bagian belakang kaos.
Mereka semua bungkam. Ada yang menatap lurus ke depan, ada juga yang menunduk. Terdengar beberapa suara yang berbiacara  pada mereka, sebagian berteriak. Suara-suara itu terdengar berlomba dengan rintik hujan yang masih terus turun. Sesekali angin sepoi menerpa, membuat suasana semakin dingin.
Kabut tebal terlihat di sekeliling tempat mereka berdiri. Jarak pandang hanya sekitar lima meter ke depan. Ranting pohon juga banyak berserakan di mana-mana. Sebuah suara kemudian menginstruksikan kelima anak muda tadi untuk mengambil posisi push up. Serentak, mereka menelungkupkan badan hingga hampir setengahnya tenggelam dalam lumpur.
Dingin semakin menusuk ke dalam pori-pori kulit yang dibalut baju basah kuyup. Beberapa dari mereka menggeretakan gigi. Tangan-tangan mereka juga gemetar di bawah lumpur. Gerakan push up sedikit demi sedikit mereka lakukan dengan terus menahan dingin.
Tiba-tiba di tengah gerakan push up seorang gadis dengan jilbab merah dan kacamata berhenti. Ia meminta izin untuk membenarkan jilbabnya yang hampir lepas. Tangannya yang kotor karena lumpur gemetar memegang jilbab yang sedang ia tautkan dengan jarum. Berulang kali ia melakukannya, berulang kali juga jarum itu lepas. Empat orang lainnya menunggu sambil menelungkupkan badan di lumpur, merasakan dingin yang terus menusuk.
“Erika!! Cepat, teman-teman lu kedinginan tuh,” teriak seorang senior perempuan dengan jas hujan silver di depannya. Gadis bernama Erika itu masih terus berusaha menautkan jarum pada jilbab merahnya yang sebagian sudah kotor terkena lumpur. Akhirnya, jemari panjangnya berhasil menautkan jilbab dengan jarum itu.
Kabut tebal masih belum beranjak dari sana. Hujan semakin deras mengguyur. Kelima anak muda tadi berhenti melakukan push up dan kembali berdiri. Sekujur tubuh bagian depan mereka kotor tertutupi lumpur. Baju yang basah kuyup membuat lekukan badan mereka terlihat lebih jelas.
Tak lama, seorang gadis dipanggil dan meninggalkan keempat orang lainnya. Gadis itu berjalan menuju sebuah tanjakan dan menghilang dibalik dedaunan di sekitarnya. Beberapa menit berdiri, nama kedua dipanggil. Kali ini Erika yang dipanggil. Sejenak ia tertegun, membenarkan posisi kacamatanya dan baru berjalan menuju tanjakan yang dilewati gadis sebelumnya.
Tangannya sedikit gemetar ketika berjalan. Ia melewati beberapa ranting dan daun hingga  bertemu sebuah sungai kecil. Seorang senior memintanya untuk membersihkan diri di sungai itu. Gadis dengan perawakan kurus tersebut kemudian membenamkan dirinya ke air, membersihkan lumpur yang terpercik di wajahnya dan mengelap lengan-lengannya yang juga penuh lumpur.
Air sungai yang dingin mengalir saat itu terasa sejuk dan membuatnya nyaman. Cukup lama ia membenamkan diri pada aliran sungai itu. Sedikit demi sedikit ia mengelap bagian bajunya yang terkena lumpur. Hingga ia diminta berhenti dan keluar dari sungai untuk melanjutkan perjalanan.
Erika kembali berjalan melalui ranting dan dedaunan yang selalu ada di kanan dan kirinya. Ia hanya mengikuti senior di depannya hingga berhenti pada suatu tempat dengan sebuah bendera putih bertuliskan Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta  yang disimpan di atas dedaunan.
Seorang senior pria dengan jas hujan biru tua kemudian berbicara padanya. Erika memperhatikan setiap kata yang diucapkan pria di depannya. Dengan terus menatap mata lawan biacaranya sesekali ia menjawab pertanyaan yang diajukan. Pria itu kemudian memintanya mencium bendera putih tadi. Beberapa menit Erika mencium bendera itu, merasakan dingin yang menerpa wajahnya ketika mencium kain basah tersebut.
Selesai mencium bendera, pria berjas hujan biru tadi mengalungkan sebuah kartu dengan tali biru pada Erika. Pada kartu itu terdapat foto seorang gadis dengan kacamata dan jilbab hitam dengan tulisan PERS di sisi sebelah kirinya. Ya, itu adalah kartu pers yang dinantikan kelima anak muda yang berdiri di tengah hujan sejak pagi tadi.

You May Also Like

0 comments