Dosa Tambang: Danau Quary, Bogor

by - 6:00:00 PM

12 Januari 2016

Sesekali lari dari kenyataan itu perlu. Apalagi jika sudah jenuh amat sangat. Dari pada syaraf rusak? Lebih baik rileks sejenak. Well, itulah yang akhirnya gue lakukan bersama Nova dan Mita. Yang pada akhirnya melibatkan Rizal, Fathra, dan Singgih. Loh kok bisa ada mereka? Ya, mari kita simak ceritanya.

Satu hari sebelum 12 Januari itu 11 Januari (ya  iyalah erika). Di hari yang dijadikan Gigi sebagai judul lagu romantis itu merupakan hari yang berkesan dalam konotasi negatif buat gue. Seharian tak keluar kamar. Pikiran kusut, hati tak tenang, kacau. And you dont need to know why.
Oke skip.

Kejenuhan itu membawa ide akhirnya untuk pergi ke suatu tempat yang memang sebelumnya sudah direncanakan. Gunung Padang di Cianjur. Awalnya, kita bertiga (gue, Nova, dan Mita) ngajak Rico untuk ikut, ehm biasalah biar ada yang nyetirin, maklum di antara kami bertiga rekor nyetirnya buruk. Tapi, di hari itu ternyata Rico harus menunaikan kewajiban lain dan kami pun kehilangan orang yang bisa nyetir dengan baik.

Singkat cerita akhirnya kami minta tolong Rizal dan Fathra sebagai dua teman yang kayaknya pasti mau aja buat ikut jalan. Rizal sebagai penghibur tiada henti dan Fathra sebagai supir terbaik. Dini hari, dengan legowonya dan setengah dipaksa Fathra pun bersedia untuk ikut kami.

Pagi-pagi sekali gue udah rapi dan langsung menuju sekret, satu tujuan, bangunin Rizal. Setelah berhasil membangunkan beruang hibernasi ini langkah selanjutnya adalah, bangunin Fathra -_- Memang pria-pria ini makhluk nokturnal yang selalu begadang dan tidur di pagi hari.

Dari kediamannya di Kebon Jeruk, Mita pun berangkat ke sekret. Jadi, ada rencana tersembunyi di sini karena Fathra, kami (Rizal, gue, dan Mita) minta untuk jemput Nova sekalian ambil mobil. Mereka berdua gak ada yang tahu kalau sebenarnya hanya Fathra yang ke rumah Nova. Maaf guys hehe

Skip skip.

Berhubung matahari sudah semakin tinggi, rencana ke Cianjur pun batal. Rizal bilang, “Gue tahu tempat yang keren di Bogor, udah ikut aja,” Kami pun tanpa interupsi nurut, karena Rizal kami anggap tahu kawasan Bogor. Jadilah rencananya kami pergi ke sebuah danau di daerah Bogor, Danau Quary, setidaknya itulah nama danau yang kami tahu dari hasil googling.

Saat itu, perjalanan menuju Danau Quary dari Ciputat memakan waktu lebih dari dua jam. Sebenarnya jarak kurang lebih 45 Km dari kampus UIN Jakarta itu bisa ditempuh lebih cepat jika selama perjalanan lancar tak ada kemacetan. Tapi, ya maklum saja Ciputat kapa sih gak macet.

Sekitar pukul 12.00 kami sudah memasuki kawasan Rumpin, Kab. Bogor. “Ke rumahnya Singgih dulu yak, rumah dia di sini nih, biar nanti gue naik jeep sama dia,” ujar Rizal.

“Apa kata lu dah jal,” gue menyahut sekenanya.
Akhirnya, setelah menerka-nerka karena Rizal nampaknya lupa-lupa ingat rumah Singgih sebelah mana, kami pun sampai. Gerimis mengguyur saat kami tiba tepat depan rumah Singgih. Kala itu, Nova dan Mita belum pernah bertemu dengan Singgih. Sehingga, bagi mereka ini adalah kunjungan ke rumah orang asing.

“Er, Singgih orangnya kaya gimana?” tanya Mita.

“Ehm, gondrong pokoknya,” gue rada bingung deskripsiinnya.

“Kaya Rizal?” tanyanya lagi.

“Ehm, nggak sih, gondrong aja tapi gak kaya Rizal,”

Kami pun turun dari mobil, sambil payungan dikit terus lari. Rizal yang sudah turun duluan tampak sedang berbincang dengan seseorang dari dalam rumah itu. Gue yang matanya udah minus ini emang masih suka lepas kacamata, alhasil gue pun gak bisa melihat dnegan jernih. Termasuk orang yang saat itu sedang berbincang dengan Rizal. Siapa sih?

Semakin lama gue melangkah semakin dekat dengan Rizal dan orang yang masih belum bisa gue identifikasi siapa itu. “Er, kok ga ada yang gondrong sih,” kata Mita. Gue juga bingung dan tidak menjawab pertanyaan Mita. Setelah gue berhenti dan ber-halo ria dengan orang yang masih berusaha gue identifikasi baru lah gue sadar, ya ampun, ada yang baru cukuran -_-

Jadi, yang dari tadi ngobrol bareng Rizal tak lain dan tak bukan adalah Singgih. Itulah pertama kalinya gue ngeliat Singgih gak gondrong dan gue rasa begitu juga dengan Rizal dan Fathra, ya kalo Nova sama Mita sudah tak perlu ditanya lagi.

Akhirnya, kami beristirahat sejenak di sana. Saat itu, kami diberi suguhan teh manis dan beragam cemilan. Selesai salat Dhuzur dan berbasa-basi sambil mengunyah, kami pun memutuskan untuk segera menuju Danau Quary. Sekitar pukul 13.00 kami pun melanjutkan perjalanan.

Seperti yang sudah direncanakan Rizal sejak dalam perjalanan tadi, ia langsung naik mobil bersama Singgih. Sedangkan kami berempat tetap di dalam mobil yang sama dengan tadi. Rumpin adalah daerah pertambangan pasir. Sehingga, pemandangan truk-truk pengangkut pasir yang berlalu lalang adalah pemandangan yang biasa dijumpai di Rumpin.

Truk-truk besar dengan pasir bertumpuk itu pula yang membuat jalan di Rumpin banyak berlubang. Tak hanya menanjak dan berlubang, jalannya juga berpasir campur lumpur karena baru diguyur hujan. Gue, Nova, Mita, dan Fathra yang menaiki mobil Kijang Innova tentu tak memiliki perjalanan semulus Rizal dan Singgih yang berada di mobil Jeep 4WD. Guncangannya saja membuat perut ini mual rasanya.

Sekitar 15 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Awalnya, kami sedikit ragu karena diarahkan ke daerah pertambangan. Namun, ternyata itu arah yang tepat. Yap, karena Danau Quary sendiri merupakan danau bekas galian tambang yang sudah tak terpakai.

Memasuki kawasan, saat itu kami hanya perlu membayar Rp2 ribu per orang dan Rp5 ribu untuk satu mobil.  Danau ini memang merupakan lubang bekas galian tambang pasir suatu perusahaan. Warna airnya yang hijau kebiruan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Inilah alasan kenapa Danau Quary menjadi terkenal di media sosial.

Di sana kami pun berfoto-foto, bercanda, dan sempat juga menggangu orang yang sedang asyik pacaran ._. Sebenarnya bukan mengganggu tapi lebih tepatnya kami juga ingin berfoto di tempat itu haha

Nova berpose di sisi kiri danau

Tampak gue dari belakang plus air danau yang sedang berwarna hijau tua

Pemndangan danau secara lebih luas

Sayangnya, kawasan ini memang benar-benar bekas penambangan pasir dan masih terdapat beberapa titik yang rawan bagi pengunjung. Selain itu kawasan yang tak terlalu luas ini juga masih meninggalkan bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya di dalam air danau sehingga tak diperbolehkan untuk berenang atau pun menyentuh air danau. Tapi, nampaknya peringatan itu tak diindahkan beberapa anak-anak yang malah asyik berenang di pinggir danau.

Rizal lagi rada linglung pegangan ke mobil sambil melihat anak-anak berenang

Nova lagi lihat anak-anak berenang di danau yang sebenarnya dilarang

Gue rasa, ini tempat memang indah dan bagus. Ternyata alam masih berbaik hati memberi pemandangan indahnya setelah dieksploitasi. Namun, tetap saja sebenarnya sebuah perusahaan harus bertanggung jawab untuk memulihkan daerah atau kawasan yang sebelumnya ia eksploitasi. Mungkin kawasan ini bisa jadi tempat wisata yang baik, tapi dibarengi dengan pemulihan kawasan alam sekitar bekas tambang menjadi hijau lagi.

Bagi gue, sungguh tak elok jika kita menikmati alam tapi merusaknya tanpa menjaganya. Jika kita menjaga alam, tentu alam akan menjaga kita. Tentu saja karena sebenarnya bumi ini bukan diwariskan tapi hanya dititipkan saja untuk kita manusia yang kebetulan ‘numpang lewat’ di sini.

Kami pun hanya menghabiskan waktu kurang lebih satu jam di sana dan langsung kembali pulang. Singgih yang langsung kembali ke rumah, sedangkan kami berlima menuju Kota Bogor untuk mencari makan sampai akhirnya kembali ke rumah masing-masing (kecuali gue dan Rizal yang kembali ke kampus).


Oiya ini tempat orang pacaran yang kita ganggu buat foto

See you!

See you on next travel guys!

You May Also Like

0 comments