Cerita Akulturasi dari Utara Lombok
by
Unknown
- 5:05:00 AM
Lombok tak melulu soal pantai. Keindahan dan kekayaannya
hadir hingga di kaki gunung sekali pun. Tanya hanya soal alam, pun budaya
Lombok begitu banyak yang unik dan menarik. Komunitas Adat Bayan di Desa Karang
Bajo, Lombok Utara adalah salah satunya.
Suasana Desa Adat Bayan
Desa adat yang terletak di kaki Gunung Rinjani ini masih
menerapkan bidaya leluhurnya sampai sekarang. Desa adat yang dihuni oleh Suku
Sasak-Bajo ini semuanya menganut agama Islam. Ritual-ritual agama di sini
pun masih kental dengan berbagai ritual dan kepercayaan yang dipengaruhi oleh
kebiasaan leluhur mereka.
Kepercayaan Islam yang ada di Bayan juga masih dipengaruhi
oleh beberapa budaya Hindu, karena dahulu daerah tersebut pernah dijajah oleh
Karang Asem, Bali. Akulturasi Islam dan Hindu di Bayan pun menjadi salah satu
hal unik. Hal ini pun bisa terlihat dari cara berpakaian dan beberapa aktifitas
masyarakat Bayan.
Dari segi berpakaian, masyarakat Adat Bayan selalu memakai
kain yang ditenun sendiri oleh wanita-wanita di sana. Akulturasi dalam pakaian
akan terlihat pada ikat kepala yang dipakai oleh pria di Bayan. Jika,
masyarakat Hindu Bali memakai ikat kepala yang disebut udeng maka
Islam Bayan menggunakan ikat kepala yang coraknya mirip dengan sebutan sapu’.
Pakaian masyarakat Adat Bayan |
Ritual agama masyarakat Bayan pun masih dipengaruhi oleh
kebiasaan saat dijajah oleh Karang Asem. Di masa penjajahan Karang Asem,
masyarakat Bayan dilarang melakukan segala kegiatan atau ritual agama Islam.
Kegiata-kegiatan agama seperti salat di masjid pun hanya diperbolehkan untuk
kiai atau ulama besar saja. Maka pelaksanaan Idul Fitri pun tak bisa dirayakan
masyarakat Bayan.
Hal ini membuat masyarakat Bayan saat itu hanya dapat
merayakan Idul Fitri pada hari keempat setelah hari Idul Fitri sebenarnya. Pada
hari keempat itu dianggap bahwa prajurit-parjurit Karang Asem sudah mulai
lengah mengawasi sehingga mereka dapat merayakan Idul Fitri. Namun, sejarah ini
berdapak hingga saat ini, sehingga masyarakat Bayan selalu merayakan Idul Fitri
pada hari keempat.
Masjid Kuno dan Maulud Adat
Salah satu warisan budaya yang menjadi kebanggaan
masyarakat Bayan adalah Masjid Kuno Bayan Beleq. Meski dinamakan masjid, namun
fungsi dari masjid tersebut tidak seperti masjid pada umumnya. Masjid Kuno
Bayan hanya dipakai pada hari-hari besar atau hari-hari keagamaan tertentu
saja. Selain itu yang boleh masuk ke masjid ini hanyalah kaum pria.
Tampak samping Masjid Kuno |
Masjid Kuno ini dibangun dari batu dan kayu, serta masih
memiliki lantai tanah. Sama seperti bangunan lainnya masjid ini pun memiliki
atap yang terbuat dari ilalang kering. Masjid ini diperkirakan dibangun sekitar
500 tahun yang lalu. Saat Islam yang dibawa oleh Sunan Prapen masuk ke Bayan.
Masjid Kuno Bayan itu dikelilingi oleh makam para kiai yang
membawa Islam pada zaman dahulu. Selain itu, juga terdapat beberapa cungkup
makam. Makam tersebut dibuat seperti rumah dari bedek (dinding
dari bambu). Saat berkunjung ke sana, ada salah satu makan yang rusak namun
belum diperbaiki. Menurut keyakinan di sana, perbaikan makan tersebut bukan hal
mudah sehingga harus dibicarakan dulu secaraadat dan hanya warga adatnya lah
yang berhak memperbaiki maka terssebut.
Seperti yang sudah disebutkan tadi bahwa Masjid Kuno Bayan
ini hanya digunakan saat ritual-ritual adat di hari-hari besar tertentu. Salah
satunya adalah saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, pekarangan masjid
tersebut akan jadi tempat berkumpulnya hampir seribu masyarakat adat untuk
menyaksikan ritual-ritual Maulud Adat.
Dalam prosesi Maulud Adat, masyarakat Bayan biasanya
melakukan permainan yang disebut dengan presean. Permainan ini
dilakukan oleh dua orang perpadu yang terdiri dari dua warga
pria yang sebelumnya telah memiliki nadzar untuk bertarung saat Maulud Adat.
Dua orang pria tersebut kemudian bertarung di halaman Masjid Kuno Bayan,
disaksikan oleh semua mayarakat adat. Mereka bertarung menggunakan rotan (Temetian) sebagai alat pemukul dan perisai dari kulit sapi sebagai pelindung.
Peraturan lain dalam permainan ini adalah yang kalah adalah
dia yang tak bisa melindungi bagian kepala dan lehernya. Ketika bagian leher
atau kepala sudah terluka itu artinya pemain sudah dikatakan kalah. Namun, meski
badannya sudah banyak luka jika kepala taua leher belum terluka pemain belum
bisa dinyatakan kalah.
Permainan yang dihelat di halaman masjid ini tidak didasari demdam. Sehingga, setelah permainan seleai kedua pemain saling bermaafan. Meski ada salah satu yang terluka harus saling memaafkan dan tidak boleh menaruh dendam. Permainan ini hanya sebagai hiburan dan acara adat saja.
Permainan yang dihelat di halaman masjid ini tidak didasari demdam. Sehingga, setelah permainan seleai kedua pemain saling bermaafan. Meski ada salah satu yang terluka harus saling memaafkan dan tidak boleh menaruh dendam. Permainan ini hanya sebagai hiburan dan acara adat saja.
Hal unik lain dari prosesi Maulud Adatadalah berkumpulnya
hampir seribu warga di halaman Masjid Kuno yang luasnya hanya sekitar 50m2.
Meski terbilang sempit untuk menampung banyaknya warga, setiap tahunnya acara
Maulud Adatselalu sukses digelar di sana. Keyakinan lah yang membuat masyarakat
adat tersebut bisa melakukannya.
Lumbung padi dan pohon tua Desa Adat Bayan |
Itulah sedikit cerita tentang budaya di kai Gunung Rinjani,
utaraLombok yang menympan keindahan tak hanya alamnya, namun budaya asli yang
unik dan patut dilestarikan.